السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
ُاَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
الْحَمْدُ ِللهِ الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ (وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ)
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهََ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Pada hari mulia dan luhur ini, semua kaum muslimin yang bertebaran di segenap penjuru dunia, serempak secara bersama-sama menyambut kedatangan Idul Adha dengan ucapan tahmid, tahlil dan takbir. Gemuruh suara takbir dan tahmid bergema di angkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan tulus dan khusu’. Manusia muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai status sosial menghadap keharibaan-Nya dengan tunduk dan patuh, menghayati dan merasakan keagungan-Nya. Dia yang Maha Agung, Maha Kuasa dan Maha Esa, untuk-Nya segala keagungan, kesempurnaan dan kekuasaan. Hanya kepada-Nya kembali segala puja dan puji dari segenap makhluk-Nya, yang hidup dan berkembang di alam raya ini.
Pada hari mulia dan luhur ini, semua kaum muslimin yang bertebaran di segenap penjuru dunia, serempak secara bersama-sama menyambut kedatangan Idul Adha dengan ucapan tahmid, tahlil dan takbir. Gemuruh suara takbir dan tahmid bergema di angkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan tulus dan khusu’. Manusia muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai status sosial menghadap keharibaan-Nya dengan tunduk dan patuh, menghayati dan merasakan keagungan-Nya. Dia yang Maha Agung, Maha Kuasa dan Maha Esa, untuk-Nya segala keagungan, kesempurnaan dan kekuasaan. Hanya kepada-Nya kembali segala puja dan puji dari segenap makhluk-Nya, yang hidup dan berkembang di alam raya ini.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Apabila kita yang berada di tanah air menyambut hari raya Idul Adha yang mulia dengan takbir dan tahmid dengan rasa syukur dan tulus, maka jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji berkumpul di tanah suci Makkah, Arafah dan Mina untuk menunaikan ibadah haji. Mereka datang dari berbagai pelosok dunia, dari berbagai bangsa dan suku, dalam segala keadaan, mereka menyatu dalam ketaatan dan kepasrahan kepada Khalik-nya. Mereka menanggalkan atribut sebagai penguasa atau sebagai pemimpin, mereka menanggalkan atribut sebagai orang kaya, mereka menanggalkan atribut sebagai guru, mereka menanggalkan atribut sebagai pegawai, mereka menanggalkan segala atributnya masing-masing, meninggalkan berbagai kegiatan di tanah air untuk menghadap kepada Allah yang Maha Rahman dengan keikhlasan yang mendalam sampai kelubuk hati. Para jamaah secara bersamaan mengumandangkan kalimat yang sama, kalimat yang agung, yaitu kalimat talbiah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ لاَ شَرِيْكَ لَكَ.
“Kami penuhi panggilan-Mu wahai Allah, wahai Allah kami datang
memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan
karunia hanyalah milik-Mu, milik-Mu segala kekuasaan dan kerajaan, tiada sekutu
bagi-Mu.”
Mereka yang menunaikan ibadah haji ke tanah suci itu, tidaklah
semuanya orang-orang kaya, berpangkat atau berharta, sebagian besar dari mereka
adalah rakyat biasa, yang semenjak kecil, ketika ia sadar sebagai seorang
muslim telah mengukirkan niatnya untuk melaksanakan ibadah haji. Untuk
merealisasikan niatnya yang kuat itu, selama bertahun-tahun mereka bekerja
keras, berhemat dan menyisihkan uang yang diperolehnya sedikit demi sedikit,
sehingga cukup bagi ibadah yang mulia itu. Mereka telah membiasakan diri untuk
hidup sederhana, baik pada waktu mereka miskin maupun saat mereka berkecukupan.
Mereka sisihkan sebagian hartanya yang diperoleh dengan jalan memeras keringat,
dengan kerja keras, demi mengagungkan syiar agama Allah dan mengagungkan
da’wah Islamiyah. Pengabdian yang tulus dan suci itu dilakukan dalam rangka
mencari keridhaan Allah s.w.t.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Hadirin Para Jamaah Ied yang mulia
Hadirin Para Jamaah Ied yang mulia
Islam mengajarkan bahwa kita semua adalah saudara, kita berasal
dari jenis yang sama, tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya, kecuali
dengan iman dan taqwa. Ajaran tentang humanisme tergambar dengan jelas melalui
pesan-pesan Nabi s.a.w. di padang Arafah. Lebih empat belas abad yang lalu, di
padang Arafah yang tandus, yg kini mulai ditumbuhi pohon-pohon menghijau, Rasul
Muhammad s.a.w. menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang luhur. Dalam
pidato perpisahannya di sana, juga dalam rangka ibadah haji, yang disebut haji
wada’ atau haji perpisahan, sebagai ibadah haji terakhir sebelum beliau wafat. Rasul
yang menjadi rahmat bagi alam semesta itu menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan
yang amat mengharukan dan berkesan sampai kelubuk hati.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلاَلِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى. (رواه أحمد والبيهقي والهيثمي)
Pidato perpisahan yang amat singkat itu membuat para sahabat Nabi terharu, sehingga pakaian ihram mereka yang putih bersih itu bersimbah air mata, menandakan pesan itu amat berkesan dan sangat berpengaruh terhadap prilaku mereka. Misi perdamaian dan persamaan hak inilah yang kemudian dikembangkan dan diperjuangkan para sahabat, sehingga menjadi umat yang besar dan berwibawa yang selalu dikagumi oleh semua bangsa di dunia.
Konsep kemanusiaan dalam Islam begitu luhur, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua adalah bersaudara, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwanya. Firman Allah s.w.t.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ.. (الحجرات)
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral
Muslimiin Rahimakumullah
Idul Adha identik
dengan Idul Qurban, tapi qurban yang dimaksudkan bukan sekedar menyembelih
hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima.
Qurban yang dimaksudkan adalah melaksanakan pengurbanan hakiki, yakni
mengurbankan sebagian yang kita miliki dan cintai, baik harta benda maupun
penghormatan untuk dibagikan kepada orang yang lebih membutuhkan, hal itu
dilakukan semata-mata untuk melaksanakan “ta’abbudan lillah”, semata-mata
mengabdi kepada Allah dalam rangka memperingati dan mengenang pengurbanan besar
yang dilakukan Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya. Pengurbanan yang
tidak hanya bisa dijadikan pelajaran dalam hidup saja, namun juga mampu
meningkatkan taraf kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Pengurbanan yang mampu mengangkat hasrat kemanusian, meningkatkan kapasitas
hidup dan kemampuan pribadi, menjadi orang mulia baik dihadapan manusia maupun
dihadapan Rabbul Izzah, demikian itu yang pernah dilakukan dan didapatkan
Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya.
Peristiwa
pengurbanan besar tersebut dimulai ketika Nabiyullah Ibrahim as dengan tulus
ihlas dan ridho melaksanakan perintah Allah yang tidak logis, yakni menempatkan
sebagian anggota keluarga tercinta di tanah Mekkah Al-Mukarromah yang saat itu
belum berpenghuni, tanah tandus tidak berkehidupan, tidak ada air tidak ada
makanan, supaya nantinya di tanah itu manusia mendirikan sholat dan beribadah
kepada Allah SWT. Siti Hajar dan Isma’il, salah satu Istri dari dua istri
tercinta dan satu-satunya putra yang masih dalam susuan, mereka berdua harus
ditinggalkan begitu saja oleh Nabiyullah Ibrahim as di tanah yang terpencil dan
terasing tersebut, berdua harus mempertahankan hidup dalam sendirian dengan
bekal hidup yang pas-pasan.
Peristiwa
tersebut diabadikan Allah SWT dengan firman-Nya dalam bentuk kalimat doa yang
dipanjatkan Nabi Ibrahim AS di dalam kitab suci al-Qur’an al-Karim:
رَبَّنَا إِنِّي
أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ
غَيْرِ
ذِي زَرْعٍ عِنْدَ
بَيْتِكَ
الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا
لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ
أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي
إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tumbuhan di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan
kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS.Ibrahim/37)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Pengorbanan yang
dimaksud secara kongkrit tergambar dalam bentuk keihlasan dalam memperjuangkan
hidup dan menjalani penderitaan yang amat sangat dalam rangka mempertahankan
kehidupan yang dilakukan oleh seorang ibu bersama anaknya yang masih dalam
susuhan, berdua dalam kesendirian ditengah luasnya padang pasir yang tidak
berpenghuni. Meskipun Siti Hajar yakin Allah tidak akan menelantarkan hidupnya,
namun melaksanakan keyakinan tersebut ternyata tidak segampang seperti ketika
diucapkan. Sebagaimana ketika dia berkata kepada suaminya disaat detik-detik
suaminya akan meninggalkan dirinya berdua : “Wahai suamiku, apakah engkau
diperintah Allah dalam hal ini?”.
Dalam pertanyaan
yang ketiga kalinya baru Nabi Ibrahim as menjawab meski tanpa menoleh, karena
takut hatinya terpengaruh sehingga berakibat buruk, berubah pendirian dan tidak
mampu melaksanakan perintah tidak logis itu: “Benar wahai Istriku, aku
diperintah Allah untuk melakukan ini”. Siti Hajar kemudian berkata: “Wahai
suamiku, jika ini memang perintah Allah, maka lakukan saja, aku yakin Allah
tidak akan menelantarkan kami berdua disini”.
Melaksanakan
keyakinan hati ternyata tidak semudah seperti saat mengucapkannya di bibir.
Siti Hajar berdua ternyata harus menghadapi penderitaan yang amat sangat,
sampai-sampai nyawanya berdua hampir direnggut kematian. Ketika bekal makanan
yang ditinggalkan suaminya sudah habis, padahal air tidak mungkin bisa didapat
ditempat yang kering itu, sedangkan anak yang digendongan menangis tiada henti
minta disusui, padahal air susu sudah tidak keluar lagi karena perut sudah lama
tidak terisi, maka sang Ibu mencoba mencari pertolongan. Dengan sisa tenaga yang
ada Siti Hajar berlari-lari kecil antara dua bukit yang ada di sekitar tempat
itu, bukit Shofa dan Marwa. Dari atas dua bukit tersebut dia melihat
kesana-kemari, berharap dapat menemukan manusia yang bisa memberikan
pertolongan kepadanya, namun sampai 7X pulang pergi, hasilnya tetap nihil juga,
Sang Ibu yang sedang kelelahan dan lemas karena kelaparan itu tidak juga
menjumpai seorangpun yang bisa memberikan pertolonggan kepadanya. Peristiwa ini
diabadikan Allah dengan firman-Nya:
إِنَّ الصَّفَا
وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
فَمَنْ
حَجَّ
الْبَيْتَ
أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا
جُنَاحَ
عَلَيْهِ
أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا
وَمَنْ
تَطَوَّعَ
خَيْرًا
فَإِنَّ
اللَّهَ
شَاكِرٌ
عَلِيمٌ
Sesungguhnya
Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu
kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha Mengetahui.(QS.al-Baqoroh/158)
Pengurbanan
berikutnya merupakan pengurbanan yang lebih dahsyat lagi, bahkan sama sekali
tidak masuk di akal sehat. Betapa tidak, seorang ayah atas isyarat mimpi harus
menyembelih satu-satunya putra tercinta. Perintah Allah tersebut berawal dari
bisikan yang mengusik tidur Abal Anbiya’ Ibrahim As. Allah memberikan wahyu
lewat Ru’yah Shodiqoh kepada nabi-Nya agar menyembelih putra semata wayangnya
yang bernama Ismail. Ketika Ibrahim terjaga dari tidurnya, ia mengira apa yang
mengganggu tidurnya hanyalah bisikan setan sebab sangat tidak mungkin Allah Swt
yang Maha penyayang dan pengasih memerintahkannya untuk menyembelih putra yang
telah lama dinanti-nantikannya tersebut. Namun demikian Nabi Ibrahim As,
mencoba merespon perintah Allah tersebut dengan akalnya, namun kemudian dia
menampik perintah tersebut lantaran tidak bisa diterima logika. Akan tetapi
ketika Allah kembali mengusiknya dengan mimpi yang sama sampai tiga kali. Nabi
Ibrahim Khalilullah ini mencampakkan akalnya dan menerima perintah Allah
tersebut dengan hati dan imannya secara Taabbudan Lillah, yakni sebagai wujud
ketundukan dan kepatuhan kepada Allah Swt.
Peristiwa
tersebut diabadikan Allah Ta’ala dalam firman-Nya dalam bentuk dialog antara
ayah dan anak:
فَلَمَّا بَلَغَ
مَعَهُ
السَّعْيَ
قَالَ
يَا بُنَيَّ إِنِّي
أَرَى
فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ
مَاذَا
تَرَى
قَالَ
يَا أَبَتِ افْعَلْ
مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ
مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak
itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar”.(QS.Ash-Shofat/102)
Subhanallah !!
Dihadapan kematian dengan pedang di tangan ayahnya sendiri seorang anak dengan
tulus berkata : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Dihadapan
anak tercinta yang sedang berbaring lemas dipangkuannya dan menyiapkan lehernya
untuk digorok oleh tangannya sendiri, seorang bapak mampu melakukan hal itu semata-mata
karena melaksanakan perintah Allah yang hanya diterima melalui mimpi. Ya Allah
!!! siapakah yang sanggup melakuan pekerjaan yang tidak logis itu selain para
kekasih-Mu, selain orang-orang yang matahatinya cemerlang karena telah
diterangi nur ma’rifat kepada-Mu sehingga mampu menerima perintah dengan cara
tidak logis dan sekaligus melaksanakannya meski harus melakukan pekerjaan yang
tidak logis pula.
Sehingga dikala
dengan sabar dan penuh keikhlasan Nabi Ibrahim As menjalankan perintah Allah
tersebut, Allah bangga kepadanya. Sedetik sebelum mata pedang yang sudah diasah
tajam itu menyentuh leher anak yang sudah terpejam matanya, dengan kuasa-Nya
Allah Swt mengganti tubuh anak tersebut dengan seekor kambing kibas dari surga.
Sebuah indikasi dan pelajaran yang amat berharga bahwa apabila orang bisa
bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah dan ridho serta ikhlas dalam
menjalaninya, meski nyawa taruhannya, maka bukan saja akan mendapat pahala,
namun juga Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dan sempurna.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُبَارَكَ اللهُ لِي
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ
مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ
هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ
كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ
اْلحَمْدُاَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ
تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ
فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ
اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ
تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى
بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ
الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ
مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ
وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ
دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ
وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ
اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا
آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ
! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ
اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ
وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ
عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرْ
Diambilkan dari nu.or.id dan ponpesalfithrahgp.wordpress.com
No comments:
Post a Comment